Sawahlunto kota idaman, dulu ketek kini lah Gadang, Sanak saudaro jo kawan-kawan. Minumlah kopi Cap Teko pagi jo
potang. Pabrik tanun kok sanak tanyo, talatak di Cinto Moni. Ambiak saketek Kopi Cap Teko, tambah jo gulo nak nyo
manih. Songket Silungkang alah tanamo sajak zaman dahulunyo. Mato nyalang minum Kopi Cap Teko. Untuak sanak
pai bakarajo. Hasil bukik Kaciak karupuak ubi, Sapu Silungkang banyak macamnyo. Kami ucapkan tarimo kasih, bagi
langganan baru atau pun lamo”.
Makna bait pantun nan tertera di kalender Kopi Cap Teko keluaran Lukman Kincir Silungkang diciptakan Sang Pemilik
sebagai alat media untuk mengapresiasikan hasil produksi kepada khalayak ramai, betapa pentingnya “si-HItam
Manis” bagi kehidupan manusia. Soalnya, bila sebagian kita tak menyicipi wanginya secangkir kopi dikala pagi
dan petang ataupun saat beraktifitas, seluruh tubuh pasti kehilangan gairah untuk hidup. Coba buktikan kalau anda tidak
percaya !
Makna bait pantun nan tertera di kalender Kopi Cap Teko keluaran Lukman Kincir Silungkang diciptakan Sang Pemilik
sebagai alat media untuk mengapresiasikan hasil produksi kepada khalayak ramai, betapa pentingnya “si-HItam
Manis” bagi kehidupan manusia. Soalnya, bila sebagian kita tak menyicipi wanginya secangkir kopi dikala pagi
dan petang ataupun saat beraktifitas, seluruh tubuh pasti kehilangan gairah untuk hidup. Coba buktikan kalau anda tidak
percaya !
Apabila anda melewati jalur lintas Sumatera, tepatnya di kampung surau Ambacang sebelum Lurcip, palingkan
penglihatan ke seberang sungai (Batang Lasi), pasti anda mencium bau aroma serta akan menjumpai sebuah pabrik
kopi berukuran 20 x 10 meter persegi. Nah disitulah produksi kopi cap Teko dikeluarkan, mulai proses penyaringan untuk
memisahkan kopi yang bermutu tinggi, perendaman, marondang (perendangan), penggilingan secara manual dengan
turbin yang digerakkan melalui kincir air sampai proses pengemasan, semuanya dilakukan disana, sesudah proses
tersebut berakhir, bubuk kopi yang telah dikemas itu dipindahkan ke pusat penjualannya di Pasar Silungkang. Dari toko
berukuran 4 x 8 meter persegi inilah, kopi cap Teko keluaran Lukman Kincir tersebut didistributorkan ke daerah-daerah
Sumatera Barat bahkan sampai ke provinsi Jambi.
Sebagaimana yang diungkapkan salah seorang pemilik sekaligus pemimpin perusahaan, H. Erman Lukman dari
generasi ketiga Dinasty Lukman Kincir kepada SS dikediamannya, Sabtu 929/3) lalu, beliau menyampaikan bahwa
usaha kopi ini telah dirintis kedua orang tuanya sejak tahun 1930. bermula orang tua ambo pada saat itu menyediakan
jasa penggilingan kopi bagi penduduk Pianggu dan sekitarnya. Pada zaman itu mayoritas penduduk Pianggu telah
pandai meramu dan membuat biji kopi menjadi bubuk nan nikmat untuk diminum. Seketika timbul inisiatif kedua orang
tua ambo untuk mencoba belajar tentang bagaimana cara membuat kopi kepada penduduk Pianggu tersebut.
Sambil mempersilahkan SS menyicipi segelas kopi yang telah dibikin istrinya, H. Erman Lukman melanjutkan kisah
perjalanan perusahaan itu, “Pada tahun 1950, mulailah orang tua ambo merintis usaha ini, bermula dengan modal
yang sangat sedikit, satu karung biji kopi yang beliau beli dari Solok, kedua orang tua ambo sanggup membuat bubuk
kopi yang sama nikmatnya dengan penduduk Pianggu. Bayangkan, proses dalam marondang (merendang) kopi
tersebut, orang tua ambo itu hanya mempergunakan tangannya saja yang cuma menghasilkan 10 kg bubuk kopi. Berkat
ketabahan orang tua ambo, Allah SWT melimpahkan rezeki, dimana usaha kopi orang tua ambo tersebut mengalami
peningaktan signifikan.
Pada tahun 1958, semasa bergolakan PRRI, barulah proses marondang (merendang) kopi itu mempergunakan Les
Ban. Kebetulan yang mengusulkan supaya mempergunakan Les Ban tersebut, seorang tukang yang bernama Khotik
Pongeh. “Jasa beliau takkan kami lupakan sepanjang hayat dikandung badan”, aku Erman Lukman.
Akhir tahun 1958 produksi kopi orang tua ambo telah menjelajah sampai ke Koto Baru, Ampalu (Kab. Dharmasyara
sekarang), Kuamang Kuniang, Aur Chino, Muaro Bungo serta Muaro Tebo (Prov. Jambi). Dari usaha ini, orang tua
ambo mengajak anak-anaknya untuk membesarkan usaha tersebut, sehingga ambo, Datuak-datuak nan lainnya, sepreti
mUnir Lukman, Hazmi Lukman, Amir Lukman beserta adik-adik ambo ikut membesarkan usaha kopi ini sampai tahun
1980. dari tahun 1981 barulah ambo yang menjalankan perusahaan kopi tersebut.
Kata filsafat Inggris, William Shakeaspers “Apalah artinya sebuah nama ? Begitu juga dengan merk Kopi Cap
Teko bagi kami keluarga Lukman Kincir. Konton Merk Cap Teko tersebut, dipopulerkan seorang Silungkang bernama
Abu Soma pada tahun 1968. menurut Abu Soma merk Cap Teko ini, menggambarkan sebuah teko tertutup yang identik
dengan tempat air kopi, sehingga bila konsumen melihat tanda tersebut, mereka akan teringat dengan produksi kopi
kami. Semula bungkusan kopi cap teko tersebut dikemas dengan daun pisang kering, istilah awaknyo, karisiak, namun
dalam perkembangan selanjutnya kopi produksi kami kemas dengan plastik sampai sekarang.
“Pada tahun 1968 pula perusahaan kopi kami telah mengantongi surat izin usaha, bernomor : 69 DPSS/V/68 serta
pada tahun 1993 dilengkapi pula dengan Surat Departemen Kesehatan RI, bernomor : SP04/03-06/1993,” sambung
ayah beranak lima itu kepada SS.
Puncak perkembangan usaha kami terang Haji yang beristri orang Malowe itu, tatkala linas Sumatera telah diubka pa
tahun1975, jembatan penghubung antara Padang ke Provinsi Jabi telah dibangun, seiring dengan itu, usaha yang kam
geluti semakin hari semakin berkermbang pula.
Kata Monti suku Patopang itu, walaupun di era Pasar Bebas dengan tingkat persaingan semakin tajam, namun
Alhamdulillah kopi cap Teko keluaran Lukman Kincir tetap eksis, hanya satu kekurangan dari usaha kopi kami yakni ca
proses masih dilakukan secara manual.
Menurut tokoh masyarakat Silungkang ini, pemasaran produksi kopi ini dilakukan dengan cara “jemput
bola” langsung ke toko-toko serta melalui barter dengan bahan baku kopi. Bahan baku tersebut kami dapatkan
sampai ke Sarolangun, Bangko (Jambi).
Kunci keberhasilan dalam menjalankan perusahaan ini lanjut H. Erman Lukman, sederhana saja, yaitu Pertama,
percaya diri, bahwa kita dilahirkan oleh Allah SWT dengan kelebihan dan kekurangan justru itu kita harus mengakui
keunggulan ataupun kekurangan kita. Kedua, menghargai produksi kita sendiri, walaupun mungkin muncul kritikan, kit
harus menerima keluhan tersebut, namun kita tetap menghargai produksi itu. Ketiga, jangan lontarkan ucapan
“ndak joboli” kepada orang lain. Mengapa demikian ? Karena ucapan itu mengandung makna kesialan,
dari situlah saingan kita dapat menilai kekurangan kita. Keempat, jangan sampai bertemu apa yang diduga orang
kepada kita. Soalnya, bila orang mengetahui tentang keadaan kita, orang tersebut pasti mencari kekurangan kita terus
“Pesan bagi generasi muda Sawahlunto, khususnya Silungkang agar tetap menjalankan prinsip disiplin, jujur
dalam berusaha, hemat penuh perhitungan, rajin serta bertawakal kepada Allah SWT,” ujar H. Erman Lukman
mengakhiri pembicaraan dengan SS. (SS.em)
Posted in Profil Pengusaha Kopi